Perempuan, Peranmu Tak Pernah Kecil

Asri Istiqomah

Oleh Asri Istiqomah, S.Sos

Sebagian orang berpikir, bahwa kaum perempuan hanya berperan di tiga sektor; sumur, kasur, dapur. Yang kalau ditelaah secara sederhana, perempuan dimaknai hanya berperan secara taktis untuk menyelesaikan masalah-masalah domestik dan tak berpengaruh dengan masalah di luar rumah—apatah lagi masalah bangsa. 

Sebagian yang lain berpendapat, bahwa perempuan tidak boleh terkungkung urusan domestik dan harus mengambil peran publik sebanyak-banyaknya tanpa batas. Bahkan tak mengapa jika akhirnya peran domestiknya tak terurus.

Kedua pendapat di atas berada pada dua kutub berbeda, di mana sama-sama menempatkan perempuan secara tidak adil. Yang satu memaksa perempuan hanya di rumah dan menjadi robot rumah tangga, yang satu memaksa perempuan berkarir di luar tanpa batas dan meninggalkan fitrah keibuan dan keperempuanannya.

Padahal, setiap perempuan sebagaimana laki-laki diberikan syaakilah atau potensi diri istimewa yang mana semua itu dimaksudkan Allah sebagai bekal bagi manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Laki-laki diberikan syaakilah dalam hal qawam (pemimpin), misalnya, mereka diberikan kekuatan baik fisik maupun akal yang mampu untuk menanggung beban kepemimpinan itu. Sedangkan perempuan diberikan syaakilah dalam hal pengasuhan, pengasahan, pengasihan, yang tidak hanya untuk diri dan keluarga, namun juga untuk sesama.

Dan bicara potensi diri itu, baik laki-laki maupun perempuan, tidak dibatasi ranahnya. Perempuan tak melulu hanya ada di ranah domestik, mereka juga mempunyai peran dalam ranah publik. Pun laki-laki tidak hanya mengurus ranah publik, tetapi juga turut andil dalam menangani masalah domestik. 

Di setiap zaman, sejatinya peran perempuan sangatlah besar. Tak peduli di ranah mana mereka bergerak, mereka selalu menjadi tulang punggung dalam sebuah peradaban. Begitu pun di zaman ini, perempuan mampu dan memang harus mampu menjadi problem solver di berbagai ranah itu. Seperti slogannya, The Power of Emak-Emak, alias kekuatan emak-emak yang tidak mengenal lelah dan takut untuk melakukan apapun. Artinya, emak-emak alias perempuan memang harus ambil bagian dalam setiap problem solver itu.

Sekarang kita melihat di berbagai ranah banyak sekali masalah. Di keluarga ada masalah seperti KDRT, broken home, relasi antar keluarga yang tidak harmonis, kesulitan ekonomi, dan sebagainya. Di luar rumah kita dapati masalah pergaulan bebas, kekerasan seksual, pornografi pornoaksi, narkoba, kriminalitas yang merajalela, hingga permasalahan politik ekonomi sosial budaya bangsa. Banyak ya?

Lalu peran problem solver seperti apa yang bisa diperankan kaum perempuan? Jawabannya adalah, jadilah problem solver sesuai dengan potensi yang Allah berikan kepada kita. Yang berpotensi sebagai pengambil kebijakan di ranah publik, gunakan kekuatan itu untuk membuat kebijakan yang bersifat perbaikan. Yang menjadi influencer, gunakan kekuatan itu, dengan menjadi influencer yang menyebarkan hal-hal positif seperti no drug, no sex before married. Yang menjadi pendidik, gunakan kekuatan itu untuk mendidik murid-murid, tak hanya akademisnya tetapi juga karakter/akhlaknya. 

Yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga pun tak kalah istimewa, mereka mempunyai kekuatan untuk mendidik dan menciptakan lingkungan tumbuh kembang yang positif sehingga anak-anak tumbuh menjadi generasi yang sehat iman, akal, fisik, dan mentalnya. Yang mempunyai potensi dalam hobi dan kreatifitas seperti bercocok tanam, kreasi tangan, memasak, bank sampah, dan lainnya bisa juga bisa memberikan peran perbaikan dengan segala potensinya itu. 

Banyak kisah perempuan yang bergerak dalam perbaikan melalui hobi dan kreatifitas itu. Di sekitar Surakarta saja kita bisa menemukan cukup banyak para perempuan yang menghidupkan bank sampah di lingkungan mereka, sehingga permasalahan sampah rumah tangga bisa teratasi sekaligus menguatkan ekonomi warga sekitarnya. Ada juga yang menjadi pioner dalam penghijauan lahan sekitar rumah, dengan banyak memberi penyuluhan tentang bercocok tanam kepada para ibu dan masyarakat lainnya. Masya Allah.

Di masa pandemi Covid-19 ini, beragam masalah baru muncul. Tentang anak-anak yang kecanduan gadget, tentang pendidikan daring yang membuat pusing, tentang ekonomi keluarga yang tiba-tiba runtuh, hingga masalah kesehatan yang mengkhawatirkan. Di sinilah peran perempuan kembali diuji. Yang ketika sebelum pandemi mereka harus tangguh, di masa pandemi mereka harus dobel tangguhnya. Super tangguh istilahnya. 

Para perempuan ini harus menjadi problem solver atas beragam masalah itu. harus siap jadi guru dadakan setiap hari untuk anak-anaknya, harus benar-benar memastikan anak-anak tetap disiplin dengan gadget-nya, harus riweuh mengurus makanan dan beragam keperluan untuk kesehatan keluarga, bahkan banyak juga yang akhirnya membantu suami menguatkan sendi ekonomi keluarga. Luar biasa bukan? Gak kaleng-kaleng perannya.

Tetapi, untuk mampu menjalankan beragam peran problem solver seperti di atas tentu bukanlah perkara mudah. Mempunyai potensi diri saja tidak cukup. Perempuan harus mempunyai bekal untuk menjalankan peran tersebut. Setidaknya ada tiga bekal yang harus disiapkan perempuan agar mampu berkontribusi menjadi problem solver;

Pertama, bekal ilmu pengetahuan. Potensi yang Tuhan berikan untuk kita hanya akan menjadi biasa bahkan nir-guna jika kita tidak paham ilmu tentangnya. Menjadi perempuan pejabat publik tidak akan memberi manfaat jika tidak belajar tentang nilai dan manfaat dari sebuah kebijakan, juga tentang bagaimana agar bisa menelurkan kebijakan yang bermanfaat. Seorang yang hobi berkreasi tangan juga tidak akan memberi manfaat jika dia tidak belajar membuat kreasi tangan yang bermanfaat untuk banyak orang, sekaligus belajar bagaimana agar khalayak ramai bisa mengambil manfaat darinya.

Kedua, bekal supporting system. Setangguh-tangguhnya seorang perempuan, dia tidak akan bisa berdiri sendiri menghadapi beragam masalah tanpa bantuan atau dukungan orang lain. Maka, perempuan harus mempunyai supporting system (sistem pendukung) yang bisa menguatkan dirinya sekaligus meringankan bebannya. Keluarga adalah supporting system terbaik. Ketika ibu merasa lelah karena bekerja seharian, anak-anaknya membantu membereskan pekerjaan rumah. Ketika ibu sudah terlihat overthinking (terlalu lelah berpikir) menghadapi anak-anak, ayah segera mengambil alih untuk membereskan masalah anak-anak. Saling mendukung antaranggota keluarga seperti ini harus disiapkan sedini mungkin, dimulai dari membuat kesepahaman dengan pasangan.

Ketiga, bekal komunitas yang mendukung. Komunitas yang mendukung adalah salah satu sumber energi ketika seorang perempuan mulai kelelahan menghadapi beragam masalah. Apalagi ketika dia tidak mempunyai supporting system (dukungan keluarga) yang memadai, maka komunitas adalah tempat terampuh seorang perempuan untuk mendapatkan kekuatan kembali. Maka, perempuan hendaknya bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan passion dirinya, kemudian bergerak bersama anggota lainnya untuk mewujudkan visi misi bersama. Karena dengan bergerak bersama, visi misi itu akan lebih mudah diwujudkan, dan para perempuan tidak akan mudah merasa kelelahan ketika berjuang.

Setelah memahami bahwa setiap perempuan itu istimewa dalam setiap ranah yang digelutinya, maka tidak ada lagi alasan bagi perempuan untuk tidak memberikan peran perbaikan bagi bangsa. Sebab setiap perempuan mempunyai potensi sebagai problem solver dalam berbagai masalah bangsa. 

Jadi, ayo mainkan peranmu, Wahai Perempuan. Bangsa ini membutuhkan dukunganmu, karena sejatinya peranmu tak pernah kecil.

Tabik!

Biodata penulis

Asri Istiqomah adalah ibu rumah tangga yang menggeluti dunia kreatif di bidang wedding planner dan wedding accesories. Perempuan berkacamata ini juga mempunyai hobi menulis dan telah menerbitkan beberapa buku, di antaranya “Buku Asyik Si Cewek Cantik”, “Kamu Cantik dari Hatimu”, dan Novel “Saranghaja! Let’s Love!”. Untuk bersilaturahim dengan penulis, silakan mengunjungi laman instagram: @asriistiqomah atau facebook: Asri Istiqomah.



Subscribe to receive free email updates: